Beranda Politik Putusan PN Jakpus Mengenai Penundaan Pemilu 2024 Dinilai Keliru

Putusan PN Jakpus Mengenai Penundaan Pemilu 2024 Dinilai Keliru

48

JAKARTA – Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan pemilu ditunda hingga 2025 dinilai keliru. Hakim dianggap sudah membuat putusan ultra petita atau putusan atas perkara melebihi dari apa yang dituntut atau diminta.

“Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini. Gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa,” ujar Henry Indraguna selaku Tim Ahli Hukum dan Perundangan-undangan Dewan Pertimbangan (Wantimpes), dalam keterangan tertulis, Jumat (3/3/2023).

Sebagai informasi, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Gugatan Partai Prima atas dasar atau dalil merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.

Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.

Atas dasar atau dalil tersebut, hakim PN Jakarta Pusat kemudian mengabulkan gugatan Partai Prima dengan amar putusan yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut:

  1. Menerima gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
  2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat.
  3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
  4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500.000.000 kepada Penggugat.
  5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang dua tahun 4 empat bulan tujuh hari.
  6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad).
  7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp410.000. Menurut Henry, apabila dilihat dari isi amar putusan tersebut, khususnya angka 5, maka sangat jelas putusan hakim sangat keliru. Sebab gugatan Partai Prima terhadap KPU hanya gugatan perdata biasa, yang didasari dari adanya perbuatan KPU yang dirasa/dianggap oleh Partai Prima sebagai Perbuatan Melawan Hukum.

Menurut Henry, lantaran gugatan Partai Prima tersebut adalah perdata biasa, tentunya secara hukum yang dapat dikabulkan oleh majelis hakim pemeriksa dan pemutus perkara di dalam putusannya sebatas apa yang didalilkan oleh Partai Prima di dalam petitumnya, dan tidak bisa melebih dari itu.

“Jika lebih dari itu, tentunya putusan tersebut telah melanggar asas Ultra Petita,” ujar Henry.

Henry menjelaskan, Ultra Petita sebagaimana digariskan dalam Pasal 178 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (HIR) berbunyi, hakim tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat. Oleh karena itu, Henry berpendapat pada angka 5 amar putusan tersebut hakim seharusnya menghukum Tergugat untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Penggugat, atau menghukum Tergugat untuk menyatakan penggugat telah memenuhi syarat (TMS).

“Bukan malah berbunyi menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” papar Henry.

Henry pun menegaskan, amar putusan hakim PN Jakarta Pusat tersebut sangat berpontensi menimbulkan kerugian bagi partai-partai politik lain di luar Partai Prima, khususnya partai-partai politik yang telah dinyatakan telah memenuhi syarat oleh KPU.

“Jika memang PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima, maka KPU harusnya dihukum verifikasi ulang. Hukuman ini tanpa mengganggu partai-partai lain,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan